3 contoh pengusaha sukses
Fauziah dengan Kain Songket Terkeren
Berkat konsistensinya memajukan kain tradisional, songket,
Fauziah mendapat suatu binaan dari PT PLN (Persero). Menurutnya, dia
mendapatkan modular dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp21 juta.
"Nah itu saya manfaatkan agar industri rumahan tersebut bisa berkembang
lebih pesat lagi," jelas dia.
Dengan pembinaan dari PLN, dia membanderol kain songket
buatannya yang berkisar Rp1 juta hingga Rp4 juta. Menurutnya, penjualan kain
songket cukup menjanjkan. Dia play on words dapat menjual tidak kurang 40
potong kain songket per bulannya. Sehingga laba hasil usahanya dapat mencapai
Rp100 juta per bulan.
"Tapi kalau lagi ramai sekali, sebulan bisa mencapai 40
potong. Kalau lagi biasa saja, mungkin 20 potong sampai 30 potong saja,"
paparnya.
Kualitas itu Penting
Cara pemasaran kain songket play on words tidak dilakukan
dengan biaya mahal. Dia menuturkan, kain songket buatannya cukup dikenal berkat
pelanggan-pelanggannya yang puas akan hasil karyanya. "Orang-orang tahu
bisnis saya dari mulut ke mulut. Nah, kalau kualitasnya tidak bagus, nanti
orang tidak mau balik ke sini lagi dong," katanya.
Fauziah mengatakan, guna menjaga kepercayaan pelanggan, maka
kulitas kain songket buatannya selalu dijaga. Menurutnya, hal tersebut cukup
ampuh untuk menyiasati persaingan usaha sejenis yang tentunya cukup banyak di
Palembang. "Kalau dibanding dulu, lebih maju sekarang (industri rumahan
kain songket). Pokoknya kita strateginya, kualitas kainnya supaya tetap
terbaik," jelas dia.
Selain itu, dia kerap melakukan pelatihan kepada 15 orang
pegawainya, untuk dapat membuat kain songket tersebut dengan baik. Ini
dilakukan agar kualitas kain songketnya tetap terjaga. Selain itu, guna menjaga
persaingan dengan produk serupa, dia tidak mematok harga kain terlalu tinggi.
Baginya asalkan kain songketnya banyak laku terjual, itu sudah cukup baginya.
"Kalau saya prinsipnya tidak mau jual terlalu mahal.
Standar saja, yang penting banyak terjualnya, tapi kualitasnya harus dijaga
juga," jelas dia.
Dia menambahkan, guna menarik banyak pemasukan, maka dia
juga mempunyai pekerjaan sampingan yang masih berhubungan dengan kain songket.
Ibu dua anak yang berdomisili di Palembang ini, menyiasati usaha kain
songketnya dengan jasa menjahit baju dari kain songket yang dijualnya.
Pasalnya, tidak jarang pelanggan memintanya untuk membuatkan
baju berbahan kain songket tersebut. Menurut dia, keindahan kain songket yang
begitu mempesona membuat banyak orang ingin memiliki baju yang berbahan kain
tradisional asal Sumatera tersebut. Fauziah menjelaskan, setelah merintis usaha
industri rumahan tersebut selama 30 tahun tersebut, maka penjualan kain songket
tidak lagi dipusatkan di daerah Palembang.
Meski kain songket buatannya belum beredar di luar negeri,
namun dia senang orang di berbagai penjuru di Indonesia dapat merasakan hasl
karyanya. "Kita hanya kirim untuk ke Jakarta, sama Medan. Tapi withering
banyak ke Jakarta," katanya.
H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds
Sejak tahun 1998, KOMAR memulai usaha batik dengan jumlah
karyawan 3 orang. Pada awalnya showrrom batik KOMAR menempati ruko milik dosen
Marketing UNPAD DR Dwi Kartini di daerah Setrasari Mall selama kurang lebih 2
tahun. Kemudian tahun ke 3 pindah tempat di Jl. RE Martadinata dengan sistem
membayar 10 % dari total penjualan per bulan di Kedai Tempo Doeloe, selama 1
tahun. Tahun ke-3 baru mulai sewa ruko di jalan RE Martadinata 34 dengan masa
sewa 3 tahun. Tiap tahun usaha mengalami kemajuan hingga bisa menambah beberapa
pekerja baru yang mempunyai keahlian serta kemampuan yang sesuai dengan bidangnya.
Jumlah karyawan hingga saat sekarang sudah mencapai 225 orang, yang tersebar di
2 kota, yaitu Bandung dan Cirebon.
Tahun 2003 batik Komar bisa membeli tempat sendiri di Jl.
Sumbawa 22 Bandung. Sejak saat itu hingga sekarang lokasi tersebut dijadikan
pusat penjualan dan sebagai kantor untuk kegiatan administrasi usaha.
Dalam pengembangan desain-desain batik, pembelian bahan baku
serta pendistribusian produk batik-batik yang sudah jadi dipusatkan di kota
Bandung. Sedangkan untuk proses pewarnaan di pusatkan di Cirebon. Hal ini
dikarenakan pada proses pewarnaan dan finishing produk lebih banyak membutuhkan
tenaga kerja wanita, sehingga Cirebon lebih cocok dengan jumlah sumber daya
manusia yang tersedia serta upah kerja yang lebih rendah bilamana dibandingkan
dengan kota Bandung.
Dipilihnya kota Bandung sebagai pusat pengembangan desain,
dikarenakan Bandung merupakan salah satu pusat mode (Paris van Java), lebih
dekat dan lebih mudah untuk akses ke Jakarta, banyak institusi pendidikan dan
perguruan tinggi seni, banyak seniman yang mempunyai reputasi nasional dan
internasional dan masih banyak lagi hal positif yang dapat dijadikan alasan
Bandung adalah kota yang tepat untuk menjalankan usaha batik khususnya batik
KOMAR.
Batik Komar selalu berusaha menampilkan desain-desain
terbaru hasil penggalian ide-ide yang kreatif. Karya batik tradisional yang
hadir dalam nuansa kontemporer dengan tema desain yang sederhana menjelma
menjadi sebuah karya batik dengan sentuhan estetika yang patut dibanggakan.
Keindahan seni Batik Komar hasil olah kreativitas seniman batik yang mampu
memadukan aneka warna dan ragam hias menjadi harmonis dengan teknik batik yang
halus ditunjang dengan bahan sutera tenun pilihan. Batik Komar berusaha
mengkomunikasikan antara seniman batik dengan pecinta batik melalui karya batik
yang unik, modern, model terkini, sehingga tidak sekedar memberikan kebanggaan
bagi pemakainya tapi juga prestise dan berkelas.
Valkrisda Caresti
Valkrisda Caresti Botha yang saat itu sekitar tahun 2012
masih duduk di bangku SMA, sudah mulai merintis bisnis scrapbook ini. Tentu ia
memulainya dengan skala yang masih kecil, karena memang ia bisa mengerjakannya
untuk mengisi waktu setelah aktifitas sekolah selesai.
Awal mula ia membuat kerajinan dari bahan kain atau kertas
ini adalah bermula ketika ia mempunyai hobi memberikan kado sesuatu yang unik
kepada temannya, entah ketika ulang tahun maupun hari spesial yang lain. Ia
memiliki keyakinan bahwa pemberian dari buatan tangan sendiri tentu akan lebih
memiliki kesan spesial bagi yang diberinya.
Yang pada awalnya Valkrisda Caresti menolak menjadikan
hobinya sebagai sebuah bisnis, lama kelamaan ia menyadari bahwa ketika hobinya
dijadikan sebuah bisnis maka ia akan memiliki kesempatan lebih luas untuk
membantu orang lain melalui karyanya. Dengan karya yang ia buat, tentu secara
tidak langsung ia bisa membuat orang lain senang. Dari kesadaran ini, kemudian
ia memutuskan untuk mulai menekuni scrapbook sebagai sebuah bisnis.
Setelah memutuskan untuk fokus pada bisnis handicraft,
kemudian ia membawa brand yang bernama Syawnscrap. Nama Syawnscrap menurutnya
mempunyai sebuah filosofi tersendiri. Menurut Valkrisda, Syawnscrap itu dari
kata Syawnlight, dimana syawn memiliki arti suara perempuan terbang, dan light
adalah sinar.
Dari beberapa arti kata tersebut, jika dirangkaikan maka
Syawnlight memiliki arti perempuan yang bersinar terbang untuk mencapai
cita-citanya. Nah, karena bisnis Valkrisda ini mempunyai beberapa jenis, salah
satunya di bidang scrap, jadi suku kata belakangnya diganti Syawnscrap.
No comments:
Post a Comment